Re-industrialisasi: Kesiapan Insinyur Profesional dan Industri dalam Mendukung Pembangunan PLTN Pertama di Indonesia

Jakarta, 13 Oktober 2025 – Indonesia tengah bersiap memasuki babak baru dalam sejarah energi nasional: pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pertama di tanah air. Sebagai bagian dari persiapan itu, Global Transport, Training, and Trading Indonesia (GTI) bersama Badan Kejuruan Teknik Nuklir – Persatuan Insinyur Indonesia (BKTN-PII) menyelenggarakan Seminar dan Workshop Nasional bertajuk “Re-industrialisasi: Kesiapan Insinyur Profesional dan Industri dalam Mendukung Pembangunan PLTN Pertama di Indonesia”

Acara yang digelar secara luring di Kantor Pusat Persatuan Insinyur Indonesia (PII), Graha Rekayasa Indonesia, Lantai 5, Jl. Halimun No. 39, Setiabudi, Jakarta Selatan, ini mendapatkan sambutan antusias dari berbagai kalangan yang memiliki perhatian terhadap kemajuan teknologi nuklir di Indonesia. Seminar dan workshop ini ramai diikuti oleh 787 peserta secara daring melalui Zoom serta sekitar 38 peserta yang hadir langsung di lokasi, dengan liputan luas dari berbagai media nasional. Peserta berasal dari beragam latar belakang mulai dari mahasiswa, industri dan kalangan professional, hingga para pemangku kepentingan di bidang energi dan ketenaganukliran yang aktif berdiskusi terkait tantangan dan peluang PLTN di Indonesia.

Ketua BKTN, Dr. Ir. Khoirul Huda, M.Eng., IPU, menegaskan bahwa keberhasilan proyek PLTN nasional tidak hanya bergantung pada teknologi, tetapi juga pada kesiapan sumber daya manusia (SDM) profesional. Sementara itu, Sekretaris Jenderal PII Dr. Ir. Teguh Haryono, ST, MBA, IPU, ASEA, Eng., yang mewakili Ketua Umum PII, menyoroti pentingnya kolaborasi lintas disiplin antara para insinyur dari berbagai bidang.

PLTN dalam Strategi Energi Nasional

Dalam sesi seminar, perwakilan Kementerian ESDM Mustaba Ari Suryoko, ST, MT menegaskan bahwa pembangunan PLTN merupakan bagian penting dari strategi transisi menuju energi bersih dan target Net Zero Emission 2060. Berdasarkan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2025, PLTN pertama berkapasitas 250 MW ditargetkan beroperasi pada 2032. Ia menambahkan, “Pemerintah menyiapkan berbagai langkah mitigasi, termasuk sinkronisasi kebijakan lintas lembaga, pembentukan organisasi pelaksana PLTN, dan peningkatan kapasitas SDM nasional.”

Dari sisi industri, Dr. Didik Fauzi Dakhlan, S.T., M.Sc., QRMP., Executive Vice President PT PLN (Persero), menjelaskan bahwa PLN bersama mitra internasional seperti KHNP–LAPI ITB dan NuScale Power telah memulai studi kelayakan pembangunan PLTN di Kalimantan Barat dan Pulau Bangka dengan teknologi Small Modular Reactor (SMR) yang dinilai lebih fleksibel dan aman.

Sementara itu, Haendra Subekti, S.T., M.T., Deputi Bidang Pengkajian Keselamatan Nuklir BAPETEN, menekankan pentingnya empat pilar utama dalam pengawasan nuklir: safety, security, safeguards, dan sustainability. Ia memastikan bahwa setiap tahap pembangunan PLTN akan diawasi secara ketat, mulai dari desain hingga decommissioning, sesuai standar internasional.

Kesiapan SDM dan Tantangan Industri

Diskusi workshop menyoroti dua aspek krusial: kesiapan SDM dan kesiapan industri pendukung. Ketua HIMNI Prof. Dr. Susilo Widodo, M.Sc. mengakui bahwa sistem sertifikasi insinyur di bidang nuklir masih terbatas, sementara Ketua BKTN Khoirul Huda menekankan pentingnya Surat Tanda Registrasi Insinyur (STRI) sebagai standar profesionalisme yang wajib diterapkan di setiap proyek teknik, termasuk PLTN.

Direktur Teknis GTI, Khairul, menambahkan bahwa peningkatan kompetensi teknis harus dibarengi dengan sertifikasi dan pelatihan seperti Petugas Proteksi Radiasi (PPR) dan Petugas Keamanan Zat Radioaktif (PKZR). Program tersebut menjadi fondasi penting dalam memastikan setiap pekerja memahami prinsip safety, security, dan safeguards sesuai panduan IAEA dan BAPETEN.

Dari sisi industri, para narasumber menyoroti perlunya pembentukan nuclear manufacturing hub untuk mendukung Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) hingga 40%. Industri nasional diharapkan mampu memproduksi komponen non-kritis dan sistem pendukung PLTN, sehingga Indonesia tidak hanya menjadi pengguna, tetapi juga produsen teknologi nuklir.

 

Membangun Kepercayaan dan Etika Profesi

Selain kesiapan teknis, para peserta menyoroti pentingnya etika profesional dan komunikasi publik. “Kita harus meyakinkan masyarakat bahwa energi nuklir aman dan berkelanjutan,” ujar Ir. Mucharom Ahmadi, ST. Isu keselamatan dan pengelolaan limbah menjadi fokus diskusi, disertai harapan agar pembangunan PLTN juga membuka peluang carbon trading di masa depan.

Langkah ke Depan

Forum nasional ini menghasilkan sejumlah rekomendasi strategis:

  1. Pembentukan Lembaga Sertifikasi Profesi Nuklir di bawah BNSP dengan standar IAEA.
  2. Penerapan sertifikasi dan pelatihan wajib bagi seluruh tenaga nuklir.
  3. Peningkatan TKDN melalui pembentukan nuclear manufacturing hub.
  4. Penguatan kolaborasi antar lembaga pemerintah, industri, dan akademisi.
  5. Edukasi publik dan penerapan etika profesional untuk meningkatkan kepercayaan terhadap energi nuklir.

Dengan langkah-langkah tersebut, para insinyur Indonesia diharapkan dapat berperan aktif dalam mewujudkan PLTN pertama di Indonesia, bukan hanya sebagai proyek energi, tetapi sebagai simbol kemandirian teknologi dan kebangkitan industri nasional.






Disusun Oleh  : Dewi Sekar Sari dan Anisah Dwi Febriani

Related Posts